Istilah Bonek muncul secara tiba-tiba dan besar juga karena media massa
yang awalnya bagus yang lambat laun justru mengalami pergeseran
pengertian dan akhirnya lebih berkonotasi negatif. Masih ingat gimana
dulu Jawa Pos dengan koordinator langsung Cak Dahlan Iskan pernah
memberangkatkan ratusan bus, puluhan gerbong KA dan pesawat terbang
menuju Jakarta. Tret..tret.. tetttt… begitulah tema yg usung Jawa Pos
tahun 1988-an. Dan sebutan populer untuk suporter persebaya waktu itu
adalah ‘Green Force’. Antusias bukan hanya dari surabaya saja, tetapi
juga datang dari kota-kota besar di Jawa Timur. Bahkan dalam suatu
kolom di Jawa Pos selama 7 hari berturut2 ada komentar &
kesan-kesan dari para peserta Tret tret tett yg tertulis dengan foto
para peserta lengkap dengan alamatnya.
Begitu antusiasnya jawa pos sampai dalam head line news tertulis
“Hijaukan senayan” dan sambuatn masyarakat surabaya dan jawatimur pun
luar biasa. Dalam ceritanya ada yg sampai menggadaikan motornya,
menjual TV, Tape, perhiasan istrinya dan peralatan rumah tangga
lainnya, yg muda2 banyak yg harus mengamen dulu pokoknya harus bisa ke
senayan !!.
Modal Tekad itulah semangat untuk meng-hijaukan senayan begitu
menggebu. Sementara yg punya duit pas-pasan masih ada cara lain yaitu
‘menggandol’ truk secara estafet mulai dari Surabaya – Jakarta sambil
mengamen di jalanan. Bahkan ada juga yg berangkat jauh2 hari sebelum
pertandingan final (padahal persebaya belum tentu masuk final) dengan
menumpang gerbong kereta pertamina yg jalannya kayak keong itu…
pokoknya sampe Jakarta.
Semangat yang positif dan antusiasme tanpa ada ANARKISME dan KERUSUHAN
dengan melibatkan massa banyak itulah yg mendapatkan acungan jempol
banyak kalangan di Indonesia saat itu. Sebagai catatan senayan ketika
itu dijejali 110 Ribu penonton dari Surabaya dan Bandung !! Suporter
Persebaya sendiri sekitar 40% nya (masih kalah banyak dengan bandung yg
memang jaraknya lebih dekat). Suatu rekor jumlah penonton yg barangkali
sampai saat ini belum terpecahkan.
Belum lagi semangat heroik dari beberapa suporter persebaya yg memanjat
dan merayap sampai ATAP bangunan senayan yg berbentuk lingkaran itu
hanya untuk membentangkan spanduk super raksasa warna hijau tulisan
putih yg bertuliskan “Merah Darahku Putih Tulangku Bersatu Dalam
Semangatku”.
Nah Semangat itulah dengan berbagai cara yg HALAL untuk datang
mendukung persebaya ke senayan membuat beberapa media massa, terutama
JAPOS sebagai pelopornya mulai mengistilahkan BONEK (Bondo Nekad),
dalam as** tulisan mereka bahwa semangat hidup dan semangat untuk maju
manusia perlu punya modal tekad yg kuat. Modal tekad atau Bondo Nekad
atau Bonek sejatinya tidak seperti yg ditunjukkan oleh generasi
bonek-bonek saat ini yg justru cenderung brutal, nekad dalam arti
menghalalkan segala cara adalah bukan Bonek yang sesungguhnya.
Sebetulnya kesalahan juga dari para bonek sebelumnya yg tidak
meninggalkan warisan bonek yg sebenarnya, juga media massa yg kadang
ikut mengompori dan bahkan seakan-akan ikut membenarkan. Bahkan
kerusuhan bonek sudah menjadi semacam rejeki buat mereka, karena berita
tentang Bonek tentunya akan meningkatkan oplah surat kabar mereka.
Salah kaprah lainnya adalah istilah Modal Tekad dan Modal Nekad
sebetulnya serupa tapi tak sama. Tekad lebih ke semangat untuk
melakukan tindakan sedangkan nekad lebih ke tindakan yg dilakukannya.
Seharusnya bukan Bondo Nekad tetapi Bondo Tekad… tetapi untuk kemudahan
pengucapan lebih cenderung Bondo Nekad alias Bonek.